BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bangsa yang besar adalah bangsa
yang berkomitmen membangun sektor pendidikannya. Menurut pendapat Paulo Freire,
seorang pakar filsafat, ”Pendidikan sesungguhnya adalah alat untuk mencerdaskan
manusia.” Sejarah pun telah membuktikan bahwa negara seperti Jepang, Amerika
Serikat, Yunani dan negara-negara maju lainnya membangun bangsa dengan tahapan
perdananya yang berorientasi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta
menghargai perkembangan ilmu pengetahuan. Bagaimana dengan kemajuan sektor
pendidikan di Indonesia?
Jepang dipilih karena keunggulan
yang dimiliki dalam sistem pendidikannya. Tahun 1970, sistem pendidikan Jepang
sudah mampu meraih tujuan-tujuan yang dicanangkan, tapi hanya sekitar 25 tahun.
Berbagai keunggulan Jepang di bidang kedokteran, teknologi, sastra, dan seni
merupakan keberhasilan sistem pendidikan Jepang secara gemilang, sehingga telah
mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada, termasuk Jerman, yang ingin
mendapatkan salah satu pendidikan terbaik di dunia. Jepang telah berhasil meminimalkan
tingkat pengangguran di negeri mereka, berbanding terbalik dengan Indonesia
yang memiliki tingkat pengangguran yang selalu meningkat setiap tahunnya.
Kreatifitas para lulusan sekolah-sekolah di Jepang juga sudah terbukti secara
internasional dengan keberhasilan Honda dan Suzuki yang selalu menginovasi
produknya dalam hitungan waktu yang sangat singkat. Namun demikian, sistem
pendidikan Jepang tidak hanya mencetak tenaga buruh saja melainkan juga
mencetak tenaga ahli yang selalu melakukan riset secara terus menerus.
UNESCO dalam Education Development
Index menyatakan bahwa tingkat perkembangan pendidikan Indonesia terletak pada
peringkat 102 dunia, sementara itu bebas buta aksara masyarakat indonesia
berada pada peringkat 95 sebesar 87,9%. Kondisi ini merupakan kondisi yang
cukup memprihatinkan karena hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di
indonesia belum berjalan secara optimal.
Atas kemajuan yang begitu pesat dialami
oleh Jepang dalam sektor industri, khususnya industri otomotif dan elektronik,
membuat Jepang menjadi salah satu negara di Asia dengan sistem pendidikan
terbaik sampai saat ini.
B. Rumusan
Masalah
1) Bagaimana
sejarah perjalanan pendidikan di Jepang ?
2) Bagaimana
sistem dan pola kebijakan pendidikan di Jepang ?
3) Apa
perbandingan sistem pendidikan Negara Jepang dengan Indonesia ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perjalanan Pendidikan Di
Jepang
Pada tahun 1639, Keshogunan
Tokugawa mulai menjalankan kebijakan sakoku
(negara tertutup) yang berlangsung selama dua setengah abad yang disebut periode Edo.
Walaupun menjalani periode
isolasi, orang Jepang terus mempelajari ilmu-ilmu dari Dunia Barat. Di Jepang,
ilmu dari buku-buku Barat disebut rangaku
(ilmu belanda) karena berasal dari kontak orang Jepang dengan enklave orang
Belanda di Dejima, Nagasaki. Pada periode Edo, orang Jepang juga memulai studi
tentang Jepang, dan menamakan "studi nasional" tentang Jepang sebagai
kokugaku.
Pada
31 Maret 1854, kedatangan Komodor Matthew Perry
dan "Kapal Hitam" Angkatan Laut
Amerika Serikat memaksa
Jepang untuk membuka diri terhadap Dunia Barat melalui Persetujuan
Kanagawa.
Persetujuan-persetujuan selanjutnya dengan negara-negara Barat pada masa Bakumatsu membawa
Jepang ke dalam krisis ekonomi dan politik. Kalangan samurai menganggap
Keshogunan Tokugawa sudah melemah, dan mengadakan pemberontakan hingga pecah Perang Boshin
tahun 1867-1868.
Setelah
Keshogunan Tokugawa ditumbangkan, kekuasaan dikembalikan ke tangan kaisar (Restorasi Meiji)
dan sistem domain
dihapus. Semasa
Restorasi Meiji, Jepang mengadopsi sistem politik, hukum, dan militer dari
Dunia Barat. Kabinet Jepang mengatur Dewan Penasihat Kaisar,
menyusun Konstitusi Meiji, dan membentuk Parlemen Kekaisaran.
Restorasi Meiji mengubah Kekaisaran Jepang
menjadi negara industri modern dan sekaligus kekuatan militer dunia yang
menimbulkan konflik militer ketika berusaha memperluas pengaruh teritorial di
Asia. Setelah mengalahkan Cina dalam Perang Sino-Jepang dan Rusia
dalam Perang Rusia-Jepang, Jepang menguasai Taiwan,
separuh dari Sakhalin, dan Korea.
Dan setelah Hiroshima dan Nagasaki
dihancurleburkan oleh bom atom sekutu Amerika Serikat pada tahun 1945, Jepang
langsung bangkit berbenah dengan memprioritaskan sektor pendidikan. Dalam kurun
waktu 20 tahun, Jepang kembali menjadi negara yang disegani dalam percaturan
global.
B. Sistem dan pola kebijakan pendidikan
di Jepang
Peraturan pendidikan di Jepang dapat
dibedakan dalam dua periode, yaitu sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum
perang, kebijakan pendidikan yang berlaku adalah Salinan Naskah Kekaisaran
tentang Pendidikan (Imperial Rescript on Education). Dinyatakan bahwa
para leluhur Kaisar terdahulu telah membangun Kekaisaran dengan berbasis pada
nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya secara mendalam dan kokoh.
Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk kesetiaan dan kepatuhan dari
generasi ke generasi yang menggambarkan keindahannya. Itulah kejayaan dari
karakter Kaisar, dan ia juga telah mengendalikannya dengan sumber-sumber
berpendidikan.
Sesudah perang, mulai 3 November
1946, konstitusi baru Jepang menetapkan kebijakan pendidikannya atas dasar hak
asasi manusia, jaminan kebebasan berfikir, dan hati nurani, kebebasan beragama,
kebebasan akademik, dan hak bagi semua orang untuk mendapatkan pendidikan
sesuai dengan kemampuan mereka. Pada Maret 1947, melalui Peraturan Pendidikan
Nasional (School Education Law) ditetapkan susunan dasar pendidikan
keseluruhan atas dasar 6-3-3-4 beserta
tujuan khusus pada tiap jenjangnya (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 187-189).
Pada
Maret 1947 juga berlaku Hukum Dasar Pendidikan (Fundamental Law of Education)
yang pada hakekatnya merupakan statement filsafat pendidikan demokratis yang
dalam banyak hal berbeda dengan Imperial Rescript on Education. Misalnya,
dalam hubungan antara warga dengan negara, dalam Imperial Rescript on
Education disebutkan bahwa, Citizens
have the duty to develop their intellectual and moral faculties, observethe
laws, and offer themselves courageously to the State in order the quard and
maintain the prosperity of Imperial throne (Imam Barnadib, 1986: 53),
(setiap warga memiliki kewajiban untuk mengembangkan daya intelektual dan moral
mereka, melaksanakan hukum dan mempersembahkan keberaniannya demi negara untuk
melindungi dan menjaga kesejahteraan istana Kaisar).
Sedangkan dalam Fundamental Law
of Education disebutkan bahwa, Citizen have the right to equal
opportunity or receving education according to their ability; freedom from
discrimination on acaount of race, cree sex, social status, economic position,
or family origin; financial assistance, to the able needy, academin freedom,
and the responsibility to build a peaceful State and society (Imam Barnadib,
1986: 53), (Setiap warga memiliki kesempatan yang sama menerima pendidikan
menurut kemampuan mereka, bebas dari diskriminasi atas dasar ras, jenis
kelamin, status sosial, posisi ekonomi, asal usul keluarga, bantuan finansial,
bagi yang memerlukan, kebebasan akademik, dan tanggung jawab untuk membangun
negara dan masyarakat yang damai).
Perbedaan yang lain adalah mengenai
tujuan pendidikan. Dalam Imperial Rescript on Education disebutkan bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kesetiaan dan ketaatan bagi Kaisar
agar dapat memperoleh persatuan masyarakat di bawah ayah yang sama, yakni
Kaisar. Adapun tujuan pendidikan menurut Fundamental Law of Education adalah
untuk meningkatkan perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai
individu, dan menanamkan jiwa yang bebas.
Sistem
pendidikan di Jepang dibangun atas prinsip-prinsip :
·
Legalisme
·
Administrasi
yang demokratis
·
Netralitas
·
Penyesuaian
dan penetapan kondisi pendidikan
·
Desentralisasi
Pendidikan bertujuan:
·
Mengembangkan kepribadian secara penuh dengan
·
Berupaya keras membangun manusia yang
sehat pikiran dan badan,
·
Yang mencintai kebenaran dan keadilan,
·
Menghormati perseorangan,
·
Menghargai kerja,
·
Mempunyai rasa tanggungjawab yang dalam, dan
·
Memiliki
semangat independen sebagai pembangun negara dan masyarakat yang damai.
Sistem pendidikan di Jepang
dibangun atas empat tingkat, yaitu: pusat, perfektual (antara Provinsi
dan Kabupaten), municipal (antara Kabupaten dan Kecamatan), dan sekolah.
Sistem administrasi tersebut menerapkan kombinasi antara sentralisasi,
desentralisasi, Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management),
dan partisipasi masyarakat. Di samping itu, terdapat asosiasi-asosiasi kepala
sekolah, guru, murid, dan orang tua yang mendukung pengembangan sekolah. Dalam
sistem tersebut terdapat peran dan hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah
daerah, sekolah, asosiasi-asosiasi tersebut, dan masyarakat yang saling mengisi
sehingga tercipta sinergi yang memungkinkan sistem tersebut menjadi relatif
efisien dan efektif. Hal ini merupakan faktor utama pencapaian mutu pendidikan
di Jepang yang relatif tinggi (Abd. Rachman Assegaf, 2003: 175).
Adapun sistem pendidikan umum di
Jepang ditetapkan lebih dari satu abad yang lalu dan keberadaannya berlangsung
lebih lama dari pada kebanyakan negara. Sistem pendidikan Jepang pada dasarnya
adalah Sekolah Dasar (SD) 6 (enam) tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3
(tiga) tahun, Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 (tiga) tahun, Universitas 4 (empat)
tahun, dan Lembaga Pendidikan Tinggi 2 (dua) tahun. Wajib belajar adalah dari
SD sampai SMP. Untuk masuk SMA dan Universitas pada dasarnya harus mengikuti
ujian masuk. Selain sekolah tersebut, ada sekolah kejuruan atau sekolah khusus
yang menampung lulusan SD atau SMP. Sekolah ini mengajarkan keterampilan khusus.
Di samping beberapa jenjang pendidikan tersebut, di Jepang juga terdapat
program pendidikan prasekolah, baik dalam bentuk Taman Kanak-Kanak (TK) maupun
Play Group (PG).
Jika dilihat dari pengelola
sekolah, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu Sekolah Negeri adalah
sekolah yang dikelola pemerintah, Sekolah provinsi adalah sekolah yang dikelola
pemerintah daerah, Sekolah Swasta adalah sekolah yang dikelola badan hukum.
Sedangkan apabila dilihat dari tahun ajarannya, sekolah dimulai bulan April dan
berakhir pada bulan Maret tahun berikutnya.
Pendidikan Prasekolah
Pendidikan prasekolah dibedakan
menjadi dua bentuk, yaitu Kelompok Bermain (KB) atau Play Group (PG) dan Taman
Kanak-Kanak (TK).
Play
Group (PG) adalah merupakan fasilitas yang disediakan bagi para orang tua yang
bekerja sehingga tidak dapat mengasuh anaknya di siang hari. Pendaftaran murid
baru dimulai setiap awal Januari. Permohonan untuk masuk ke PG ini dilakukan di
kantor pemerintahan setempat karena terbatasnya jumlah tempat untuk masuk ke
kelompok bermain ini. Biaya pengasuhan disesuaikan dengan pendapatan per kapita
orang tua pada tahun sebelumnya yang diatur pemerintah wilayah kota. Lembaga
ini disebut Hoiku-jo (Pusat Perawatan Siang Hari), dan termasuk lembaga
kesejahteraan sosial, di samping juga berfungsi sebagai tempat pendidikan
prasekolah. Peserta yang masuk Hoiku-jo adalah bayi hingga anak usia 5
tahun. Mereka yang berusia 3 tahun ke atas biasanya mendapat pendidikan seperti
TK. Kebanyakan pusat penitipan anak seperti ini dikelola oleh pemerintah
daerah.
Abd.
Rahman Assegaf (2003: 176-177) memaparkan bahwa TK di Jepang menerima murid
berusia 3 sampai 5 tahun untuk lama pendidikan 1 sampai 3 tahun. Anak berusia 3
tahun diterima dan mengikuti pendidikan selama 3 tahun, sedangkan anak berusia
4 tahun mengikuti pendidikan selama 2 tahun dan bagi pendaftar berusia 5 tahun
hanya menempuh pendidikan prasekolah selama 1 tahun. Lebih dari 50% TK di
Jepang dikelola oleh swasta, sisanya oleh pemerintah kota dan hanya sebagian
kecil yang merupakan TK Negeri. Meski demikian, semua TK adalah pendidikan
prasekolah di bawah naungan Departemen Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan
Kebudayaan yang dikelola berdasarkan hukum pendidikan.
TK
atau yang disebut youchien bertujuan untuk mengasuh anak-anak usia dini
dan memberikan lingkungan yang layak bagi perkembangan jiwa anak. Untuk
mencapai tujuan tersebut, ada beberapa cara yang dilakukan, antara lain: (1)
Merancang pendidikan yang mengembangkan fungsi tubuh dan jiwa secara harmoni
melalui pembiasaan pola hidup yang sehat, aman, dan menyenangkan; (2)
Menumbuhkan semangat kemandirian, kehidupan berkelompok yang penuh kegembiraan
dan kerjasama; (3) Mengenalkan kehidupan sosial dan membina kemampuan
bersosialisasi; (4) Mengarahkan penggunaan bahasa dengan benar serta
menumbuhkan minat berkomunikasi dengan sesama; (5) Mengarahkan minat untuk
berkreasi melalui pembelajaran musik, permainan, menggambar, dan lain-lain.
Pendidikan
Wajib (Pendidikan Menengah Pertama)
Wajib sekolah berlaku bagi anak
usia 6 sampai 15 tahun, tetapi kebanyakan anak bersekolah lebih lama dari yang
diwajibkan. Tiap anak bersekolah di SD pada usia 6 tahun hingga 12 tahun, lalu
SMP hingga usia 15 tahun. Pendidikan wajib ini bersifat cuma-cuma bagi
semua anak, khususnya biaya sekolah dan buku. Untuk alat-alat pelajaran,
kegiatan di luar sekolah, piknik dan makan siang di sekolah perlu membayar
sendiri. namun bagi anak-anak dari keluarga yang tidak mampu mendapat bantuan
khusus dari pemerintah pusat dan daerah. Di samping itu ada juga bantuan untuk
kebutuhan belajar, perawatan kesehatan, dan lain-lain. Seorang anak yang telah
tamat SD diwajibkan meneruskan pendidikannya ke jenjang SMP. Dengan demikian,
sekolah wajib ditempuh selama 9 tahun; 6 tahun di SD dan 3 tahun di SMP.
Hampir
semua siswa di Jepang belajar bahasa Inggris sejak tahun pertama SMP, dan
kebanyakan mempelajarinya paling tidak selama 6 tahun. Mata pelajaran wajib di
SMP adalah bahasa Jepang, ilmu-ilmu sosial, matematika, sains, musik, seni
rupa, pendidikan jasmani, dan pendidikan kesejahteraan keluarga. Berbagai mata
pelajaran tersebut diberikan pada waktu yang berlainan setiap hari selama
seminggu sehingga jarang ada jadwal pelajaran yang sama pada hari yang berbeda
(Abd. Rachman Assegaf, 2003: 177-178).
Pendidikan Menengah Atas
Ada tiga jenis SMA, yaitu: full
time, part time (terutama malam hari), dan tertulis. Sekolah menengah yang full
time berlangsung selama 3 tahun, sedangkan kedua jenis sekolah lainnya
menghasilkan diploma yang setara. Bagian terbesar siswa mendapat pendidikan
menengah atas di SMA full time. Jurusan di SMA dapat dikategorikan ke
dalam beberapa jenis berdasarkan pola kurikulum, yaitu jurusan umum (akademis),
pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, home economic, dan perawatan.
Untuk masuk ke salah satu jenis sekolah tersebut, siswa harus mengikuti ujian
masuk dan membawa surat referensi dari SMP tempat ia lulus sebelumnya.
Hampir
semua SMP dan SMA serta universitas swasta menentukan penerimaan siswa melalui
ujian masuk, dan setiap sekolah menyelenggakan ujian masuk sendiri. Siswa yang
ingin masuk sekolah yang bersangkutan harus mengikuti ujian. Karena ujian masuk
sangat sulit, siswa kerap mengikuti les tambahan (bimbingan belajar) di juku
atau yobiko pada akhir pekan atau pada sore/malam hari biasa, selain
pelajaran sekolahnya (Abd Rachman Assegaf, 2003: 178-179).
Pendidikan Tinggi
Ada tiga jenis lembaga pendidikan
tinggi, yaitu: universitas, junior college (akademi), dan technical
college (akademi teknik). Di universitas terdapat pendidikan sarjana (S-1)
dan pascasarjana (S-2 dan S-3). Pendidikan S-1 berlangsung selama 4 tahun,
menghasilkan sarjana bergelar Bachelor’s degree, kecuali di fakultas
kedokteran dan kedokteran gigi yang berlangsung selama 6 tahun. Pendidikan
pascasarjana dibagi dalam dua kategori, yakni Master’s degree (S-2) ditempuh selama 2 tahun sesudah
tamat S-1 dan Doctor’s degree (S-3) ditempuh selama 5 tahun.
Junior
college memberikan pendidikan selama dua atau tiga tahun bagi para lulusan
SMA. Kredit yang diperlukan di junior college dapat dihitung sebagai
bagian dari kredit untuk memperoleh gelar Bachelor’s degree (S-1).
Lulusan sekolah menengah (setingkat SMP) dapat masuk ke technical college (akademi
teknik). Pendidikan di lembaga ini berlangsung selama 5 tahun (full time)
untuk mencetak tenaga teknisi. Universitas dan junior college memilih
mahasiswanya berdasarkan hasil ujian masuk serta hasil prestasi belajar dari
SMA. Untuk sekolah negeri dan umum daerah, sejak tahun 1979 diberlakukan “tes
gabungan kecakapan” yang seragam, sebagai tahap pertama dari sistem ujian
masuk. Tahap kedua berupa ujian masuk universitas yang bersangkutan sebagai
seleksi final.
Pendidikan
tinggi di Jepang berada di bawah pengelolaan tiga lembaga, yaitu pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan pihak swasta. Ada lima jenis pendidikan tinggi
yang bisa dipilih mahasiswa asing di negara Jepang ini, yaitu: program sarjana,
pascasarjana, diploma (non gelar), akademi, dan sekolah kejuruan. Program
sarjana menerima tiga macam mahasiswa, yaitu: mahasiswa reguler, mahasiswa
pendengar, dan mahasiswa pengumpul kredit. Mahasiswa reguler adalah mereka yang
belajar selama 4 tahun, kecuali jurusan kedokteran yang harus menempuh 6 tahun.
Mahasiswa pendengar adalah mahasiswa yang diijinkan mengambil mata kuliah
tertentu dengan syarat dan jumlah kredit yang berbeda di setiap universitas
tetapi kredit itu tidak diakui. Adapun mahasiswa pengumpul kredit hampir sama
dengan mahasiswa pendengar, tetapi kreditnya diakui.
Sedangkan
program pascasarjana terdiri atas program Master, Doktor, Mahasiswa Peneliti,
Mahasiswa Pendengar, dan Pengumpul Kredit. Mahasiswa Peneliti adalah mahasiswa
yang diijinkan melakukan penelitian dalam bidang tertentu selama 1 semester
atau 1 tahun tanpa tujuan mendapatkan gelar. Program ketiga adalah diploma, yang
lama pendidikannya 2 tahun. Enam puluh persen dari program ini diperuntukkan
bagi pelajar perempuan dan mengajarkan bidang-bidang seperti kesejahteraan
keluarga, sastra, bahasa, kependidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Akademi
atau special training academy adalah lembaga pendidikan tinggi yang
mengajarkan bidang-bidang khusus, seperti keterampilan yang diperlukan dalam
pekerjaan atau kebidupan sehari-hari dengan lama pendidikan antara 1 sampai 3
tahun. Adapun sekolah kejuruan adalah program khusus untuk lulusan SMP dengan
lama pendidikan 5 tahun dan bertujuan membina teknisi yang mampu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Abd. Rachman Assegaf, 2003:
179-180).
Jam
Pembelajaran di Sekolah Jepang
Sebagai
gambaran, ada baiknya kita melongok kalender akademik SMA Nakamura, sebuah sekolah level menengah ke atas
yang menganut sistem full time course dengan hari belajar Senin-Jumat.
Umumnya SMA di Jepang, kegiatan belajar-mengajar berlangsung pukul 08:45
-15.15, tersusun atas enam jam pelajaran. Satu jam berdurasi 50 menit. Dengan pengecualian
hari Rabu yang tersusun atas tujuh jam, dalam seminggu terdapat 31 jam pelajaran.
Ada
Sembilan mata pelajaran yang diajarkan, yaitu:
·
Pendidikan Kewarganegaraan
·
Matematika
·
Pendidikan Jasmani dan Olahraga
·
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga dan IT
·
Keterampilan
Tahun
akademik dimulai April, terbagi menjadi dua semester, dan melangsungkan lima
kali ujian pada Mei, Juli,
Oktober, Desember,dan Februari. Jadwal kegiatan akademik secara global
adalah sebagai berikut :
·
Semester Ganjil:
v Juni : Kegiatan belajar-mengajar untuk
kelas 1, Ujian kelas 3.
v Juli : Ujian akhir semester, Tambahan
Pelajaran, Camping.
·
Semester Genap:
v September : Opening Ceremony, Tes Akademik,
Festival Sekolah.
v November : Tes Akademik, Tes Kemampuan Akademik kelas 3,
Reading session untuk 1.
v Februari : Ujian akhir kelas 1 dan 2.
v Maret : Wisuda, Ujian susulan.
C. Perbandingan
sistem pendidikan Negara Jepang dengan Indonesia
Perbedaan yang menyolok pada sistem pendidikan di
kedua negara ini sebagai berikut:
1.
Dalam
tujuan umum pendidikan Jepang mengutamakan perkembangan kepribadian secara
utuh, menghargai nilai-nilai individual, dan menanamkan jiwa yang bebas.
Sedangkan di Indonesia pendidikan bertujuan agar peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
2.
Jepang
tidak memasukkan mata pelajaran pendidikan agama di semua jenjang persekolahan
(memisahkan pendidikan agama dengan persekolahan), sedangkan di Indonesia
pendidikan agama adalah mata pelajaran yang wajib untuk setiap jenjang
persekolahan.
3.
Dilihat
dari kurikulum yang dikembangkan dapat dikemukakan beberapa hal:
a.
Kurikulum
TK di Jepang tidak membebani anak, karena anak tidak dijejali materi-materi pelajaran
secara kognitif tetapi lebih pada pengenalan dan latihan ketrampilan hidup yang
dibutuhkan anak untuk kehidupan sehari-hari, seperti latihan buang air besar
sendiri, gosok gigi, makan, dan lain sebagainya. Sedangkan kurikulum di
Indonesia telah berorientasi pada pengembangan intelektual anak.
b.
Mata
pelajaran level pendidikan dasar di Jepang tidak seberagam yang dikembangkan di
Indonesia, jumlahnya tidak banyak, sehingga berbagai mata pelajaran tersebut
diberikan pada waktu yang berlainan setiap hari selama seminggu, maka jarang
ada jadwal pelajaran yang sama pada hari yang berbeda.
c.
Di
Indonesia jarang ditemukan adanya mahasiswa peneliti, lebih-lebih mahasiswa
pendengar, sehingga yang ada mahasiswa reguler. Hal itu terjadi barangkali
karena orientasi belajar bagi mahasiswa Indonesia jauh berbeda dengan mahasiswa
Jepang.
4.
Pendidikan
wajib di Jepang gratis bagi semua siswa, bahkan bagi anak yang kurang mampu
mendapat bantuan khusus dari pemerintah pusat maupun daerah untuk biaya makan
siang, sekolah, piknik, kebutuhan belajar, perawatan kesehatan dan kebutuhan
lainnya, sedangkan di Indonesia masih sebatas slogan (kecuali di daerah
tertentu, seperti kebijakan di Sukoharjo, tetapi baru terbatas biaya sekolah
saja).
5. Sistem administrasi pendidikan di
Jepang sudah lama menerapkan kombinasi antara sentralisasi, desentralisasi,
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dan partisipasi masyarakat. Sedangkan
di Indonesia baru dalam proses peralihan dari sentralisasi ke desentralisasi
dan juga diberlakukan MBS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar